Kamis, 11 Februari 2016

Aku, Orang Gila, Dan Togel

“Judi... meracuni keimanan..”, sepenggal lirik lagu bang haji Rhoma Irama itu mengingatkan kita, bahwasanya judi, ditinjau dari segi agama sudah dilarang, apalagi dilihat dari sudut ekonomi, sudah pasti tidak ada untungnya. Akan tetapi mental bangsa ini sudah terlanjur terbentuk menjadi mental penjudi, hal ini tidak bisa dipisahkan dari jasa dan peran pemerintah ORBA, yang pada waktu itu melegalkan perjudian dengan bungkus Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Seluruh rakyat Indonesia di didik untuk menggemari Judi, sehari dalam seminggu, mereka berduyun2 ke toko2 yang menjual kupon SDSB. Perilaku sosial mereka pun berubah, ada yang datang kedukun2 untuk minta angka2, atau pergi ketempat2 keramat berharap dapat wangsit angka2. Yang lebih lucu lagi suatu hari sa’at aku masih duduk dibangku sekolah dasar,  aku berangkat sekolah kusaksikan orang2 dewasa bergerombol dibelakang orang gila yang sedang mencorat coret dinding, layaknya guru yang sedang memberi pengajaran pada muridnya, berharap dapat angka2 dari coretan dinding orang gila tersebut, dalam hati aku mencibir “tingkah orang dewasa sudah sama dengan orang gila, masak iya rela berlama2 nungguin orang sakit jiwa mencorat coret dinding”.

Era SDSB sudah berlalu, negara sudah melarang perjudian sejenis SDSB, tapi apakah mental penjudi bangsa ini berubah? Oow... tak semudah itu bangsa ini dapat berubah, bangsa ini adalah bangsa yang pantang menyerah, bangsa yang kreatif, maka muncullah perjudian serupa yang mengikuti putaran Singapura dan putaran Macau, tidak hanya sehari dalam seminggu, tapi LIMA hari dalam SEMINGGU Coy..!!! Dahsyat kan??!!,perjudian sejenis dengan SDSB ini disebut  Toto Gelap atau yang dimasyarakat lebih dikenal dengan sebutan TOGEL. Karena Ilegal perjudian Togelpun dilakukan secara sembunyi2, seperti gerakan Underground..., dipermukaan terlihat tenang2 saja, padahal sejatinya dibawah bergolak..., diwarung2, dipangkalan2 becak dan ojek, dikantor2 pemerintah dan swasta, orang2 sibuk meramu angka2 jitu, berharap angka yang ditembak keluar dan menghasilkan rupiah yang melimpah.Dan hebatnya aku mulai terjangkiti virus togel ini, dan merubahku yang gemar PS winning eleven menjadi orang yang suka mengutak atik angka, bahkan sudah tidak canggung lagi berkomunikasi dengan orang2 yang dicap sakit jiwa, seperti halnya perilaku yang pernah kucibirkan sa’at aku masih kecil kepada orang2 dewasa yang yang sa’at itu suka memperhatikan gerak gerik orang gila.

Alkisah berawal sa’at aku berkunjung kerumah seorang teman dikawasan Tukang kayu Banyuwangi, rumah temanku ini, berdampingan dengan TPU, tak sengaja kulihat ibu2 dengan pakaian compang camping membawa gembolan tak jelas yang diletakkan diatas batu nisan, ibu2 duduk nyantai diatas kuburan yang disemen sambil ngoceh meracau tak tentu..., lantas kudekati seraya bertanya to the point,”bu... nomer e piro??”, ibu ini menatap ku tajam, sejurus kemudian dia nembang jula juli bak ludruk  Suroboyoan,”Perkutut menclok neng kere, edan nang buntut kowe dadi kere...”, spontan kujawab,”ibu..aku nggak njaluk nasehat, aku njaluk nomer”, sekali lagi ibu itu berjula juli tentang perkutut..., akhirnya kutinggalkan ibu itu yang sudah mulai meracau nggak jelas, kubuka kitab mimpi kucari apakah ada angka untuk perkutut, dan ternyata...jedieeeeng!!! ada..!!! John..!!, dan tahukah anda berkat ibu tadi, malam itu aku nyirik, aku dapat togel.

Kisah yang lain..., dipagi yang hangat, aku disibukkan dengan pekerjaanku disebuah hotel dikawasan watudodol Banyuwangi, tiba2 telephone internal berdering, diujung telephone seorang wanita yang kukenal suaranya memintaku untuk mengusir orang gila yang duduk2 tepat didepan pintu masuk restaurant, dia memintaku karena sa’at itu satpam kami sedang sakit, dan memang pagi itu tak ada seorang satpampun yang hadir. Akhirnya aku keluar dan kulihat seorang lelaki yang tak begitu tua, mungkin usianya 3 – 5 tahun diatasku, dengan pakaian lusuh, rambut gimbal ala bob marley, duduk tepat dipintu masuk restaurant. Kudekati dia seraya berkata,”mas bro... njaluk tulung ngalio”, dengan tegas dan sedikit membentak dia menjawab,”Emoh..!!! aku neng kene ae, ndelok wajahmu apik...!!!”, Whaaatt..!!?? kaget juga sich dengan pujian orang gila ini, lalu kuberkata,”oke mas bro aku ngerti aku ganteng, tapi njaluk tulung sampean ngalio teko kene yo???”,... “emoh...wajahmu apik” jawabnya, aku tak kehabisan akal, lantas kuambil sebatang rokok dan coba bernegosiasi,”mas bro...sampean tak kek i rokok, tapi cangkruakane pindah yo?? Ojo neng kene, wong2 wedi, pindah cangkrukan sing adoh yo??”, lelaki tersebut terdiam yang kuartikan setuju, akhirnya kunyalakan rokok yang telah dimulutnya, dan dia berlalu meninggalkanku, sesampai dikantorku kubertanya kepada teman2ku, “wong sing paling ganteng sopo??”, ada yang menjawab Nabi Yusuf, lalu aku bilang,”dibuku mimpi Nabi Yusuf tdk ada, tokoh pewayangan sing ganteng dewe sopo??”, lantas terdengar jawaban dari salah satu temanku ARJUNA, kutembak nomer Arjuna, dan lagi2 aku nyirik.

Dari pengalamanku “bersentuhan” dengan orang2 yang mendapat stempel gila atau sakit jiwa ini, aku berasumsi bahwasanya orang2 gila tersebut memiliki indera keenam, weruh sedurunge winarah, akhirnya setiap ada orang gila yang kutemui kucoba untuk bertanya nomer togel, dan tak seorangpun dari mereka yang dapat memberikan clue untukku dapat nyirik togel, gagal maning...gagal maning son..!!!. Aku juga ahli memproyeksikan angka2 dari pengeluaran togel, karena seringnya aku dapat togel 2 digit, 3 digit, dan hanya sekali dapat 4 Digit, sebagian teman2ku memanggilku “mbah”, yang artinya meskipun usiaku masih muda belia, tapi aku “dituakan” dalam dunia pertogelan. Seiring dengan getolnya aparat kepolisian memberangus judi togel dan sulitnya mendapatkan bandar, akhirnya kuputuskan untuk berhenti dari dunia pertogelan.

Kini sudah 7 Tahun lebih semenjak kuputuskan untuk berhenti, kuberbagi cerita ini, semoga judi tidak meracuni keimanan kita, dan karena cerita ini kubuka dengan lirik lagu bang haji Rhoma Irama, maka akan kututup deng an lirik lagu beliau juga.... ”Uang judi Najis tiada berkah....”


Based on True Story