Kamis, 24 Maret 2011

BAHASA


Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil bumi dan budayanya, begitu pula bahasa, hampir masing2 daerah di Indonesia ini memiliki bahasa dan logatnya masing-masing. Kali ini aku akan bercerita tentang pengalaman pribadiku tentang bahasa, aku terlahir dari seorang bapak suku Oseng, dan ibu suku Jawa, bahasa sehari-hari dirumah, bahasa ibu tentunya, yaitu jawa, dan bahasa pergaulan sehari-hari bahasa Oseng. Sedang bahasa Jawa sendiri terbagi atas 3 tingkatan: ngoko, Kromo madyo, dan kromo inggil. Bahasa jawa yang ku kuasai, hanya ngoko , karena dari kecil aku tidak diajarkan menggunakan kromo (opo saking aku sing ndlalir?? Lali, pokok intine aku gak pati iso kromo).
Ada  kisah mengenai bahasa yang masih jelas diingatanku, dulu waktu masih duduk dibangku sekolah SMA, teman2 mengajak untuk ikut konvoi kendaraan, maklum waktu itu musim kampanye, dan aku ikut konvoi salah satu partai (padahal neng umah wis diwarah emak, ojo pati milu2 kampanye), untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, aku mengalamai kecelakaan bersama seorang teman, luka lecet disekujur tubuh, karena gak berani pulang (wedi diamuk emak, emak rodok galak), aku memutuskan untuk bermalam dirumah teman didaerah sempu setail, nah pada sa’at mengobati luka2 lecet dan lebam nenek temenku yang jawa tulen bertanya “opo’o le koq beset2 kabeh??”(kenapa koq penuh luka??) , sebagai anak yang jauh lebih muda, aku harus menjawab dengan sopan dong, dengan yakin aku menjawab “mantun jawah mbah..”, sontak semua yang ada diruangan itu tertawa lebar, sedang aku kebingungan (apa ada yang salah ya??) salah satu teman nyletuk “Ndy jawah itu hujan, kalo jatuh itu dawah”, padahal beda tipis antara “J” dan “D” kenapa artinya jauh banget ya………
Masih tentang bahasa jawa, suatu hari aku terguncang2 diatas kereta api kelas ekonomi jurusan Jogjakarta, setelah kira2 melewati stasiun Solo Balapan, duduk didepanku ibu2 tua dengan cucunya, basa basi dengen jurus SKSD pun kulancarkan. Berikut petikan percakapan tsb:
Aku : Badhe dateng pundi bu?? (mau kemana bu)
Ibu: Yugjo mas, lha mas e?? (jogja, lha masnya mau kemana??<kiro2 ngono>)
Aku: sami bu, dalem badhe dateng Jogja (sama bu, saya juga mau ke Jogja)
Setelah kira2 777 kalimat 12895 kata, si ibu mulai melancarkan beberapa pertanyaan yang membuatku harus berpikir keras, sekeras batu karang, hanya untuk menjawabnya (mulai lebay). “Mas e sampun simah??” pertanyaan pertama yang menerjangku, (aku menganalisa pertanyaan ibu itu, kata simah berasal dari umah, tapi diawali dengan sampun yang berarti sudah, mungkin maksud pertanyaan ibu itu “mas nya sudah berumah tangga??), akhirnya aku menjawab dengan penuh keraguan “dereng bu”, ibu itu tersenyum dan melontarkan pertanyaan berikutnya “lha mas e diparingi yuswo pinten??” (kembali aku menganalisa dengan kemampuan otak Pentium 1 ku, “ini mungkin lanjutan dari pertanyaan pertama”, pikirku) . Dengan keyakinan tingkat tinggi aku menjawab “lha wong simah mawon dereng koq diparingi yuswo to bu?? Nggih dereng no..”, kontan  si ibu langsung bingung dan mengernyitkan dahi mendengar jawabanku, lantas dia tersenyum dan kembali bertanya kali ini dia mengulang kembali pertanyaannya dengan bahasa Indonesia, “mas nya umur berapa??” langsung kujawab “21 th bu”. Lalu ibu itu menjelaskan maksud kebingungannya “saya tadi bertanya hal yang sama tentang usia mas nya, lha koq malah dijawab…, lha berumah tangga saja belum koq dikasih umur”………, sambil tersipu malu aku berkata “saya pikir yuswo(umur) itu sama dengan yugo(anak) bu…….”. Sejak sa’at itu si ibu selalu berbahasa Indonesia dengan ku……………

Itulah sekelumit pengalaman tentang kemampuanku berbahasa dengan baik dan benar, semoga anda bisa tersenyum……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar